Payakumbuh Archipelagopost -
Keberadaan ikan larangan yang di laksanakan di beberapa tempat di kota
Payakumbuh akan menjadikan salah satu cara pelestarian budidaya pengelolaan
ikan dengan swadaya masyarakat. Sesuai dengan namanya, ikan yang dilepas oleh
masyarakat akan diumumkan bahwa dilarang untuk ditangkap/dipancing.
Larangan tersebut berlaku pada area
perairan ikan larangan yang biasanya pada sungai sepanjang areal domisili
masyarakat pengelola ikan larangan. Tanda larangan tersebut berada pada
perairan yang telah ditentukan dengan batas-batas tertentu di areal sungai.
Sebagai penanda bagi pengunjung atau
khayalak ramai biasanya dibuatkan papan penanda, atau kain merah yang
ditancapkan di sepanjang sungai yang berisi ikan larangan bahwa kawasan
tersebut adalah terlarang untuk dilakukan pananggkapan atau pemancingan serta
cara apapun yang dipakai untuk mengambil ikan larangan.
Ketua DPRD Kota Payakumbuh YB. Dt.
Parmato Alam mengatakan bahwa tradisi ikan larangan ini dulu namanya “Ikan
Bauduah” yaitu ikan itu di larang untuk ditangkap apabila dilakukan maka akan
ada resiko tertentu yang akan di alami oleh si penangkap ikan larangan.
“Pada zaman dulu tidak ikan saja
yang di “uduah” tapi juga tanaman masyarakat seperti padi, cengkeh, kelapa dan
lainnya, Sekarang ikan larangan adalah semacam bentuk komitmen masyarakat untuk
sama-sama menjaga kelestarian ikan dalam usaha pengembangan ekonomi masyarakat
dalam bidang perikanan. Masyarakat secara swadaya mengisi ikan kedalam sungai
seperti yang dilakukan oleh kelompok masyarakat di kelurahan Padang Karambie di
sepanjang sungai Batang Sikali di areal kelurahan Padang Karambie”, tutur Dt.
Parmato Alam.
Kita harapkan kedepan tradisi ikan
larangan ini menjadi kegiatan yang memberi dampak ekonomi kepada masyarakat
kota Payakumbuh karena di daerah kita Payakumbuh ini banyak lokasi yang bisa di
pakai kelompok masyarakat untuk budidaya ikan larangan ini.(Rahmat Sitepu)